Pengelolaan Pesisir Perlu  Partisipasi  Semua Pihak

Climate Justice

Pengelolaan Pesisir Perlu Partisipasi Semua Pihak

Sutriyatmi dan Miranda

Walau strategis dalam pengembangan ekonomi provinsi, pesisir utara Jawa Tengah juga sangat rentan terhadap bencana, terutama banjir rob yang makin sering terjadi. Banyaknya aktivitas komersial dan pembangunan, serta dampak perubahan iklim telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang berkontribusi pada kerentanan wilayah pesisir utara Jawa Tengah.

Kompleksnya permasalahan di pesisir dan kurangnya koordinasi antar pemangku kepentingan menjadi salah satu dasar diselenggarakannya pelatihan Pengelolaan Pesisir Terpadu (ICM) oleh konsorsium FOCUS. Dilaksanakan dari bulan September hingga Oktober 2024 dan dilanjutkan dengan workshop di tingkat provinsi pada bulan Desember 2024, pelatihan ini diikuti oleh 143 peserta yang terdiri dari 89 laki-laki dan 54 perempuan. Masing-masing merupakan perwakilan pemangku kepentingan, seperti pemerintah daerah, kelompok nelayan, pembudidaya ikan dan kelompok pengolah produk perikanan laki laki dan perempuan,  kelompok  orang muda, perwakilan akademisi, Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), serta  pengusaha atau sektor swasta setempat. Pelatihan dilaksanakan di lima kabupaten/kota yang merupakan target area FOCUS yaitu Kabupaten Batang, Kendal, Demak, Jepara dan Kota Semarang.

Gambar 1. Peserta pelatihan ICM melakukan pemetaan isu pesisir di Kabupaten Kendal

Bukan Dipisahkan tapi Dikelola

Berdasarkan definisi yang dikembangkan oleh Kemitraan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk Laut Asia Timur (PEMSEA), Pengelolaan Pesisir Terpadu (ICM) adalah sebuah pendekatan sistem tata kelola dan pengelolaan untuk mengatur perilaku manusia dan integrasi fungsi perlindungan  ekosistem pesisir dan laut untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan di dalam lingkup batas administrasi dan geografis.

Sederhananya, ICM menekankan aspek perilaku manusia dalam memanfaatkan dan menjaga ekosistem pesisir dan lautan. ICM juga mendorong pemahaman bahwa kegiatan dari hulu ke hilir saling terhubung dan memberikan dampak. Misalnya, Sungai Bodri Kuto mengalir dari Kabupaten Temanggung, melintasi Kabupaten Semarang, Kota Semarang dan Kabupaten Kendal. Sehingga, aktivitas pertanian, peternakan, industri, pembuangan sampah, Mandi Cuci Kakus (MCK) dan aktivitas lain di daerah yang dilalui Sungai Bodri Kuto, akan berdampak pada masyarakat di sepanjang aliran sungai, terutama yang tinggal di sekitar muara atau area pesisir. Sebut saja residu aktivitas pertanian seperti residu pupuk dan pestisida, kemungkinan mengalir melalui sungai sampai ke muara yang dapat mengganggu ekosistem muara.

Saat ini wilayah pesisir utara Jawa Tengah telah berkembang menjadi kawasan industri dengan banyaknya aktivitas pembangunan dan penambangan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan pembangunan tol tanggul laut. Namun kawasan tersebut bukan hanya tanah kosong untuk kepentingan ekonomi namun juga ruang untuk masyarakat pesisir tinggal, hidup, dan tumbuh. Ikatan emosi dengan tanah kelahiran, sejarah dan budaya yang telah terajut dari generasi ke generasi menjadi ikatan tersendiri bagi masyarakat pesisir. Berbagai aktivitas dan kepentingan ini sangat kompleks, saling berkaitan sekaligus berpotensi saling berkonflik. Hal tersebut  membuat pengelolaan pesisir secara terpadu menjadi sebuah keniscayaan.

Menelisik Pelatihan Pengelolaan Pesisir Terpadu

Dalam pelatihan ICM yang diselenggarakan FOCUS, peserta mendapatkan pemahaman tentang prinsip dan konsep penataan pesisir terpadu. Pemahaman pada hal yang mendasar ini diharapkan membuat peserta tidak memandang penataan pesisir sebagai penataan ruang yang terpisah dari kegiatan sosial atau kegiatan manusia, melainkan merupakan satu-kesatuan.  Pesisir dan laut yang sehat dapat menjadi sumber pangan dan ekonomi berkelanjutanyang berpengaruh pada kualitas hidup dan kesehatan masyarakat,   serta dapat menjaga wilayah pesisir dari ancaman bencana.

Gambar 2. Peserta pelatihan ICM Semarang mempresentasikan hasil diskusi kelompok

Peserta diajak untuk mengidentifikasi dan mengenali kondisi eksosistem pesisir yang ada di daerahnya masing-masing. Mangrove merupakan ekosistem pesisir yang ada di semua wilayah project FOCUS. Tak hanya menjadi tempat biota laut hidup, mangrove juga merupakan ekosistem yang penting untuk perlindungan kampung pesisir dari hantaman ombak, ancaman abrasi dan erosi. Belum lagi, wilayah mangrove memungkinkan penduduk untuk mendapatkan sumber penghidupan, baik ekonomi (dari pariwisata) maupun sebagai bahan pangan. Ekosistem mangrove yang rusak turut merusak penghidupan manusia. Pesisir utara Jawa Tengah mengalami hal ini.

Isu lain yang menjadi perhatian peserta  dalam pelatihan ICM adalah pencemaran lingkungan oleh sampah.  Sampah di wilayah pesisir berasal dari rumah tangga, industri , buangan dari kapal maupun yang terbawa arus (musim barat/musim timur). Hampir di semua desa dan kelurahan di area project FOCUS, belum ada pengelolaan sampah yang memadai untuk mengurangi dampaknya.

Ketersediaan dan akses air bersih juga merupakan masalah yang dihadapi oleh masyarakat pesisir di beberapa desa di pantai utara Jawa Tengah, umumnya di wilayah yang tergenang dan hampir tenggelam karena banjir rob.  Tak ada air bersih tentu berdampak kepada kesehatan, namun ia secara spesifik mengganggu kesehatan reproduksi perempuan. Untuk mendapat air bersih, sebagian masyarakat membeli air galon atau melakukan pengambilan air dalam. Pengambilan air dalam adalah salah satu faktor yang menyumbang penurunan muka tanah, sehingga berdampak pada kejadian banjir dan rob yang semakin tinggi.

 Selain pelatihan di dalam ruangan, peserta juga melakukan kunjungan lapangan untuk memahami kondisi nyata, dan membuat perencanaan pengelolaan berdasarkan kondisi tersebut. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Tengah memberikan pembekalan tambahan mengenai rencana pembangunan kawasan pesisir di provinsi Jawa Tengah. Peserta pun mengumpulkan data dari pemerintah desa/kelurahan dan perwakilan warga setempat melalui wawancara dan observasi

Gambar 3. Peserta pelatihan Pengelolaan Pesisir Terpadu (ICM) melakukan briefing di Desa Bandungharjo

Peserta mencari tahu mengenai ada atau tiadanya kebijakan publik yang relevan dengan isu di pesisir, bagaimana implementasi kebijakan tersebut, potensi yang ada untuk mengatasi masalah-masalah pesisir, program yang diperlukan, bagaimana anggaran dan keberlanjutan program tersebut serta pemangku kepentingan yang harus terlibat.

Dari proses ini, terlihat bahwa kolaborasi multi pihak menjadi kunci penting dalam proses perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir. Pelatihan ICM yang diselenggarakan FOCUS telah menjadi media pertukaran informasi mengenai tantangan yang dihadapi masyarakat dan kelompok rentan di wilayah pesisir, kebijakan dan program yang dimiliki oleh pemerintah serta hasil kajian yang dilakukan oleh akademisi, yang dapat menjadi landasan kuat untuk pembentukan forum multi pihak wilayah pesisir serta penyusunan rencana dan program yang lebih inklusif di masa yang akan datang.

Pengelolaan pesisir terpadu sebagai upaya menjamin keberlanjutan kehidupan pesisir, seyogyanya sejalan dengan prinsip utama pembangunan berkelanjutan yang tidak akan meninggalkan seorangpun dalam setiap upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Akses informasi dan pengetahuan, akses pada ruang-ruang perencanaan dan pengambilan keputusan harus dibuka untuk semua, yang akan  menjadi bekal bagi setiap orang – termasuk perempuan, orang muda dan kelompok rentan lainnya- untuk dapat berpartisipasi secara bermakna dan menyampaikan kebutuhan spesifik, gagasan dan ide-ide penting bagi pembangunan. Untuk itu pemahaman tentang perspektif GESI menjadi penting dalam pengelolaan pesisir, baik bagi kelompok rentan itu sendiri, maupun pemangku kepentingan lain seperti pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat dan kelompok laki-laki di masyarakat untuk menjamin pembangunan yang  berkelanjutan dan berkeadilan.

newsletter