Energy Bersih untuk Pemberdayaan dan Kepemimpinan Perempuan di Pulau Sumba 

Climate Justice

Energy Bersih untuk Pemberdayaan dan Kepemimpinan Perempuan di Pulau Sumba 

Sri Handayani Nasution 

Tujuan utama dari transisi energi yang berkeadilan bukan hanya sekadar meninggalkan bahan bakar fosil namun juga untuk memastikan energi terbarukan dapat memberikan manfaat kepada semua orang. Transisi energi berkeadilan juga memprioritaskan inklusivitas dan kesetaraan untuk menghapuskan sulitnya akses kepada energi dan mengurangi dampak krisis iklim. Dengan intervensi yang benar, transisi energi kepada energi terbarukan juga dapat membuka kesempatan ekonomi dan politik bagi perempuan serta orang muda.  

Berada di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, dua desa yaitu Mata Redi dan Mata Woga memiliki kesempatan mengakses energi bersih untuk kali pertama di tahun 2022. Pemasangan dua pembangkit listrik Photo Voltaic (PV) di Mata REdi menunjukkan bagaimana energi yang bersih dan terdesentralisasi dapat memberdayakan perempuan dan orang muda serta mendisrupsi ketimpangan kekuasaan di struktur masyarakat.  

Panel surya tersebut menyediakan listrik yang murah dan mudah diakses oleh semua orang, termasuk perempuan yang adalah komunitas paling terdampak dalam sektor energi. Sebelum panel surya tersebut hadir, banyak perempuan di daerah terpencil harus mengumpulkan kayu bakar untuk keluarganya dan kebutuhan domestik. Akses kepada listrik ini kemudian membantu mengurangi beban kerja mereka, membuat mereka dapat mengakses alat rumah tangga modern, mengambil peran yang besar dalam perencanaan mengenai energi, dan bahkan dapat membuka kesempatan menjadi produktif secara ekonomi. Misalnya mereka mendapatkan pemasukan bagi diri mereka sendiri. Pemasukan ini yang nantinya dapat membuat mereka memiliki kuasa dan kontrol atas hidup mereka, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan di keluarga mereka, serta menjadi modal bagi peningkatan kapasitas diri yang kemudian meningkatkan kemampuan kepemimpinan mereka.  

Hal ini juga membuka ruang bagi perempuan untuk diikutsertakan di ranah publik, dan tidak hanya terkurung di ranah domestik saja; misalnya, mereka dapat mengemban peran yang strategis di komunitas mereka. Ketika perempuan dapat diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan di level desa, mereka kemudian akan mengadvokasikan hal dan agenda yang biasanya terlewatkan.  

Setelah pemasangan dua sistem panel surya yang terintegrasi di Desa Mata Redi dan Desa Mata Woga, banyak perempuan yang dapat mengakses listrik untuk rumah mereka dan membuka bisnis skala artisan menggunakan alat rumah tangga modern. Yanti Sada Mura, seorang ibu tunggal di Mata Redi, adalah salah seorang perempuan yang menerima manfaat dari akses kepada listrik ini. Ia menganggap dirinya sebagai pengusaha roti, ia kemudian memanggang roti-roti miliknya untuk dijual setiap hari.  

Sebelumnya, Yanti bersusah-payah membuat roti jualannya pada malam hari ketika anaknya sudah tertidur karena gelap dan tidak nyamannya kondisi bekerjanya. Ketika dia sudah memiliki akses kepada listrik, dia mengatakan “Sesudah ada listrik, saya lebih suka bekerja pada malam hari. Saya lebih bebas untuk membuat kue ketika anak-anak sudah tertidur.” 

Yanti adalah perempuan Mata Redi yang termotivasi membantu teman-teman sesama perempuan untuk menjadi setara dengan lelaki baik di ranah domestik maupun di ranah publik. Dengan ijazah SMA, dia mencalonkan diri sebagai kepala desa di Desa Manola, Kabupaten Loli, di Sumba Barat. Di luar rumah, ia berkoordinasi dengan Kelompok Tani Serai Wangi Dusun 1 dan Permodalan Nasional Madani untuk Mata Redi yang sudah berhasil mendapatkan satu kali hasil panen untuk dijual.  

Dengan listrik, Yanti berencana membeli sebuah mixer dan oven listrik untuk meningkatkan produksi roti miliknya, yang nantinya akan dijual di warung kecil yang dia bangun bersama kakak lelakinya di Desa Mata Redi. Sekarang, Yanti memiliki penghasilan 50,000 hingga 100,000 Rupiah per hari yang dia gunakan untuk membiayai sekolah anak-anaknya di tingkat SMP dan SMA.  

Cerita lainnya datang dari Jolinda Lubulena, yang sekarang adalah teknisi panel surya. Ketika energi terbarukan masuk ke daerahnya, Jolinda mengikuti rangkaian pelatihan untuk mengoperasikan panel surya hingga ia memiliki sertifikasi serta dapat memperbaiki berbagai permasalahan listrik di rumah masyarakat desa. Bekerja di sektor yang biasanya didominasi oleh pria membuat ia tersadar bahwa perempuan dan lelaki sebenarnya setara.  

“Di Mata Redi, kami sebelumnya berpikir bahwa lelaki lebih superior daripada perempuan, maka dari itu mereka dapat bekerja di banyak bidang sedangkan perempuan tidak memiliki opsi tersebut,” ujarnya. Dia sekarang mengerti bahwa menjadi operator panel surya adalah pekerjaan yang bisa digeluti oleh perempuan juga. 

Gambar 1. Perempuan di Sumba berlatih menjadi teknisi. Sumber: Arsip Mentari

Walaupun begitu, pengikutsertaan perempuan dan orang muda bukan tanpa tantangan. Banyak perempuan yang mengikuti pelatihan dan bekerja secara produktif masih mengalami beban ganda karena beban-beban domestik yang masih disematkan kepada mereka.  

Konsekuensi lainnya, walau tidak disengaja, adalah program-program yang mungkin dapat menyebabkan ‘kecemburuan’ antar warga desa yang pernah dan tidak pernah mengikuti pelatihan.  

Maka dari itu, inisiatif yang dikerjakan oleh masyarakat sipil harus dimasukkan dan dilanjutkan oleh pemerintah di tingkat desa serta masuk ke dalam inisiatif pembangunan pemangku kepentingan lainnya. Kolaborasi multi-pihak ini juga harus mempertimbangkan tantangan yang ada dan memastikan tidak ada yang tertinggal; di mana para masyarakat desa tidak terpecah namun diikutsertakan dalam semua projek. Peningkatan skala program juga harus mempertimbangkan bagaimana cara beban ganda tidak lagi jatuh ke pundak perempuan yang baru saja memulai perjalanannya menjadi berdaya. 

Inisiatif lainnya yang dapat dikembangkan adalah penyediaan berbagai pelatihan dalam menggunakan energi untuk kerja-kerja produktif, pelatihan untuk orang muda, memastikan akses kepada instrumen finansial untuk para pengusaha, dan memastikan adanya akses kepada alat-alat modern untuk masyarakat seperti pompa irigasi, kulkas untuk puskesmas, alat belajar audio-visual untuk sekolah, dan banyak hal lagi.  

Inisiatif ini hanya akan bisa dilakukan jika terdapat ruang bagi kepemimpinan perempuan untuk mengadvokasikan kebutuhan-kebutuhan yang seringkali diabaikan. Memberikan mereka kesempatan yang lebih besar untuk mengadvokasikan hal-hal terdekat dengan mereka akan menguntungkan semua lapisan masyarakat di desa.  

newsletter